Tips Menulis Cerita Religi
Oleh: Siti Nur Aisyah (UIN Maulana Malik
Ibrahim Malang)
Assalamualaikum,
hai guys. Kenalan dulu kali ya, kalian
bisa panggil aku Aisyah. Aku AREMA asli, alias Arek Madura, ups Arek Malang
maksudnya. Kali ini aku mau berbagi tips gimana sih caranya menulis cerita
religi. Kalau boleh jujur---ini cerita dulu nggak papa kan ya---aku itu paling
susah kalo disuruh membuat semacam cerpen, puisi kaya gitu. Aku cuma senang
kalau membuat artikel, esai, dan sejenisnya, karena lebih real dan nyata. Susah kalau buat ngarang-ngarang gitu.
Dulu jaman sekolah, paling malas kalau sudah dikasih tugas
‘mengarang’. Rasanya itu kaya nggak punya ide apa-apa buat ditulis dan aku seperti
menjadi orang paling cupu sedunia. Akhirnya aku pernah tanya ke dosen, “Bagaimana
ya Pak? Menulis cerita itu kok berat sekali, susah mendapat inspirasi.” Lalu dosenku
menjawab, “Sebenarnya inspirasi itu banyak, dari manapun ada, kamunya saja yang
kurang peka terhadap sekitar.”
Nah, sejak itu aku
mulai mem-peka-kan diri terhadap sekitar. Sedikit-sedikit buat cerita. Ada
ibu-ibu kejambretan, dibuat cerita. Tugas menumpuk tinggi kaya Gunung Everest, dibuat
cerita apapunlah itu. Termasuk hari ini, mau memberi sedikit tips buat bikin
cerita religi aja aku buat cerita dulu. Hehehehe…
Oke, sekarang to the point aja ya? Ini ada sedikit
tips dariku buat kalian yang suka atau mau suka bikin cerita, kususnya cerita
religi. Simak ya!
1.
Pasang niat baik!
Poin pertama dan yang paling penting
menurutku dalam menulis cerita religi adalah, pasang niat baik. Ya, nggak hanya
cerita religi sih, cerita apapun menurutku kita harus pasang niat yang bagus. Niatkan
bahwa ketika cerita kita nanti akan dibaca orang adalah untuk berdakwah,
niatkan untuk mendapat pahala ketika hal baik yang akan kita ceritakan nanti
ditiru orang lain dan kita akan mendapat aliran pahalanya terus menerus. Bahasa
kerennya itu, ‘amal jariyah’ gitu guys.
2.
Buat berdasarkan kisah nyata!
Kedua, sebuah cerita, apalagi cerita
religi, akan meresap ke hati pembaca ketika cerita itu real dan tidak mengada-ada. Entah itu pengalaman kita pribadi,
teman, keluarga, atau siapapun yang kita ketahui. Kalau memang kita tidak punya
pengalaman yang bisa dijadikan cerita religi, berarti kita akan membuat cerita fiksi
hasil khayalan kita.
3.
Sesuaikan dengan target pembaca!
Selanjutnya, kalau kita mau buat
cerita fiksi religi, sesuaikan siapa yang akan membaca cerita kita. Apakah cerita
ini ditujukan ke anak-anak, remaja, atau dewasa? Apakah orang berpendidikan
tinggi atau orang biasa? Dari sana kita bisa tahu bagaimana penggunaan bahasa
yang akan kita gunakan. Tidak mungkin kan, cerita untuk anak-anak akan kita
buat pakai bahasa loe, gue dan seterusnya?
4.
Tentukan amanat!
Kemudian, tentukan pesan apa yang
ingin kita sampaikan melalui cerita. Silahkan mengarang sebebasnya, yang
penting tidak jauh dari pesan yang mau kita sampaikan.
5.
Perhatikan detail untuk cerita anak!
Yang kelima, kalau kita mau membuat cerita
religi untuk anak-anak, pastikan ceritanya pendek, ringkas, dan makna yang
terkandung dalam ceritanya mudah dipahami. Tidak usah muluk-muluk ceritanya, yang penting pesan yang mau kita sampaikan
ada. Misalkan, biasanya cerita religi untuk anak-anak pesannya itu ‘jangan suka
berbohong’, ceritakan saja bagaimana kronologisnya ketika Fani berbohong kepada
temannya, kemudian setelah ia ketahuan ia tidak dipercaya lagi oleh teman-temannya,
dan seterusnya.
6.
Gunakan karakter yang sesuai dengan
pembaca!
Gunakan karakter yang sesuai dengan
pembaca, kalau anak-anak, kita bisa menggunakan karakter hewan, tumbuhan dan
sebagainya. Hal ini karena semakin beragam karakter yang digunakan, semakin
menarik ceritanya. Kalau untuk remaja dan orang dewasa, kita bisa menggunakan
karakter para Sahabat Rasulullah, orang-orang sholeh dan sebagainya.
7.
Tentukan ending cerita!
Kalau aku pribadi, lebih suka cerita
yang happy ending, karena aku merasa hidup
ini harus berakhir bahagia dan aku yakin semua bisa seperti itu. Misalnya
cerita yang tadi, ‘jangan suka berbohong’. Beri ending yang bahagia, agar yang membaca merasa senang juga. Misalnya
begini:
Sejak saat itu, Fani tidak memiliki teman. Karena suka membohongi
temannya, dia merasa kesepian. Tidak ada teman yang mau bermain sepak bola atau
petak umpet dengannya. Akhirnya, Fani meminta maaf kepada teman-temannya dan berjanji
tidak akan berbohong lagi, dan teman-teman Fani pun memaafkannya. Kemudian
mereka bermain bersama-sama lagi. Yeeeeaaaay..
8.
Hikmah yang bisa dicontoh!
Terakhir, kalau kita mau buat cerita
religi anak-anak, menurutku semakin bagus apabila setelah cerita dipaparkan, ada
hikmah yang bisa kita contoh dari cerita tersebut. Kalau untuk orang dewasa
atau remaja, kita bisa tambahkan ayat AlQuran, Hadist, atau Kalam Ulama,
orang-orang sholeh yang berkaitan dengan cerita yang kita buat diakhir alinea.
Untuk apa? Agar semakin meyakinkan bahwa cerita itu punya landasan yang kuat
dan yang terpenting, kita kan mengamalkan hadist Rasulullah yang berbunyi
kurang lebih seperti ini: “Ballighuu ‘anni walau ayat”, sampaikan dariku,
walaupun satu ayat. Begitu J
Itu tadi sedikit tips dari aku guys. Kenapa aku banyak mencontohkan
dengan cerita religi anak-anak? Karena cerita religi anak-anak itu yang paling
mudah. Kita mulai menulis untuk berdakwah dari hal-hal yang paling mudah dulu,
kita latih diri kita untuk hal-hal kecil seperti ini. InsyaALLAH, nanti otak
kita akan terbiasa untuk menulis cerita-cerita religi. Semuanya butuh tahapan,
tidak mungkin langsung bisa. Tetapi kalau tidak mencoba dari sekarang, kapan
lagi? Kalau bukan kita yang berbagi pesan moral, lalu siapa lagi? J
Selamat
bercerita^^
Wallahu a’lam
bisshowab. Wassalamualaikum warahmatullah…
Boleh dicoba ya mumpung masih bulan ramadhan, siapa tau aja karya kalian bisa selesai ;) Yang mau mengirimkan berbagai karya tulisnya silahkan kirim ke email kafe kopi : kafekopiindonesia@gmil.com ditunggu ya :)
Komentar
Posting Komentar
Silakan berkomentar :)